By:
Ignasius Bagus Asmarianto and Megawaty E. M. Kumambong
PGSBI Class of Physics Department, Manado State University (5th Semester)
Fungsi Gelombang (Wave Function) dan Teori Probabilitas (Probability Theory)
Secara umum, fungsi gelombang (notasi: ψ ) adalah elemen paling dasar yang menyusun seluruh dunia mekanika kuantum.
Persamaan untuk fungsi gelombang ditemukan oleh Erwin Schrodinger di tahun 1925. Ketika pertama kali menemukan persamaan di atas, Schrödinger baru berhasil meramu sebuah fungsi energi universal, dengan fungsi gelombang ψ sebagai solusi persamaannya. Meskipun begitu, ada yang belum jelas: sebenarnya, fungsi gelombang itu melambangkan apa? Jawaban untuk ini ditemukan oleh fisikawan Max Born di tahun 1926.
Menurut Born,
“Fungsi gelombang ψ menunjukkan amplitudo probabilitas. Ia melambangkan sebaran kemungkinan perubahan elektron dari sebuah kondisi awal m menuju kondisi baru n. “Di sini ψ tidak memiliki konsep fisik. Jika kita mengambil nilai mutlak ψ dan menguadratkannya (|ψ|2), barulah kita mendapatkan probabilitas fisik dari partikel yang dimaksud.”
Dengan kata lain, fungsi gelombang melambangkan elemen probabilitas.
Tidak ada yang pasti di dunia kuantum — yang ada hanyalah the most likely condition that may occur. Ternyata alam yang kita diami bersifat probabilistik!
Akibat Probabilitas: Superposisi Keadaan
Menurut Max Born, fungsi gelombang Schrödinger menunjukkan bahwa setiap benda memiliki elemen probabilitas. Dalam konteks kuantum, kita bisa mencontohkannya dengan posisi elektron dalam atom. Selama ini, kita mengetahui bahwa elektron bergerak memutari inti atom. Ini adalah gerak revolusi. Meskipun demikian, tafsiran Born memberikan makna baru atas pengertian ini:
Misalnya kita membagi zona elektron menjadi tiga. Pertama, daerah sekitar orbit (zona A); kedua daerah agak jauh dari orbit (zona B); dan ketiga daerah sangat jauh dari orbit (zona C). Apabila probabilitas elektron di zona A 70%, maka di zona B lebih kecil daripada itu. Mungkin 21%. Sementara zona C menampung sisa probabilitas dari A dan B, yakni 100% – 70% – 21% = 9%.
Di sini terlihat bahwa orbit elektron bukanlah suatu kepastian. Melainkan, daerah sekitar orbit adalah daerah di mana elektron paling mungkin berada.
Menurut Born, semua tergantung pada probabilitas. Ini membuat sebagian fisikawan terguncang — secara tidak langsung Born menyatakan bahwa terdapat lebih dari satu kenyataan yang bisa terjadi. Elektron yang kita singgung sebelumnya bisa saja hadir di zona A, B, atau C. Semuanya mungkin; yang membedakan hanyalah derajat probabilitasnya saja. Melihat kisruh ini, Erwin Schrödinger turun tangan. Ia menantang Born dengan melempar sebuah paradoks:
“Misalnya terdapat sebuah kotak. Di dalamnya kita siapkan labu gas beracun dan palu yang terhubung dengan pencacah geiger. Jika pencacah Geiger berbunyi, maka palu akan jatuh dan memecah labu gas beracun.
“Kemudian kita masukkan seekor kucing bersama zat radioaktif, yang probabilitas peluruhannya sebesar 50% dalam satu jam. “Dengan demikian, setelah satu jam, kemungkinannya sama — yakni gas beracun mengalir (kucing mati) atau gas beracun tetap tersimpan (kucing hidup).
“Ini berarti kucing mati sekaligus hidup. Bagaimana mungkin ini terjadi?”
“Kemudian kita masukkan seekor kucing bersama zat radioaktif, yang probabilitas peluruhannya sebesar 50% dalam satu jam. “Dengan demikian, setelah satu jam, kemungkinannya sama — yakni gas beracun mengalir (kucing mati) atau gas beracun tetap tersimpan (kucing hidup).
“Ini berarti kucing mati sekaligus hidup. Bagaimana mungkin ini terjadi?”
Konsep di mana kejadian-kejadian yang mungkin ini saling bertumpuk, inilah yang dinamakan sebagai superposisi kuantum.
Kasarnya, inilah kondisi di mana kucing Schrödinger berada antara kondisi mati dan hidup. Hal yang sama berlaku pada contoh elektron kita sebelumnya: terdapat kondisi di mana elektron belum pasti berada di zona A, B, maupun C.
Probabilitas klasik bersifat dapat direduksi (pengurangan). Jika kita melempar dadu dan mengatakan bahwa keluarnya nilai tertentu dari mata dadu bersifat probabilistik, maka itu adalah karena kita tidak ingin membahas dinamika gerakan dadu itu dengan lebih rinci. Jika kita mempunyai waktu dan sarana komputasi yang cukup, maka probabilitas dalam pelemparan dadu itu akan dapat dihilangkan.
Teori Kuantum bersifat non-determininistik. Probabilitas masuk lewat postulat dan melibatkan pengamat. Salah satu postulat menyatakan bahwa sebuah sistem kuantum yang berada dalam keadaan tertentu akan meloncat menuju ke salah satu keadaan-eigen secara probabilistik dan hal ini terjadi atas aksi pengamat terhadap sistem. Pengamat tidak bisa dipisahkan dari sistem. Pengamat tidak mungkin lagi mendapatkan informasi tentang keadaan sistem tanpa pengamat. Keadaan sistem tanpa pengamat tidak mempunyai arti dalam Teori Kuantum.
Probabilitas dalam Kuantum bersifat fundamental dan tidak bisa direduksi. Perlu dicatat di sini bahwa ada beberapa interpretasi dalam Teori Kuantum. Relativitas seperti halnya teori-teori klasik lainnya tidak mempunyai masalah dalam interpretasi. Relativitas disebut sebagai bagian dari Fisika Modern hanya karena munculnya adalah pada abad 20, sedangkan pada hakikatnya dia adalah teori klasik.
[1]Arti dari fungsi gelombang ψ(x) belum seluruhnya jelas dan bahwa pokok permasalahan ini telah menjadi bahan perdebatan seru dalam banyak pustaka fisika selama lima dasawarsa yang lewat. Fungsi ψ(x) menyatakan fungsi gelombang dalam pengertian yang lumrah bagi kita artinya, ia memiliki panjang gelombang dan kecepatan fasenya yang jelas. Delimanya ketika kita hendak menafsirkan amplitudonya. Apakah yang dinyatakan oleh amplitudo ψ(x), dan variabel fisika apakah yang bergetar ? sudah tentu bukanlah perpindahan, seperti pada gelombang air atau senar piano, atau juga bukan gelombang tekanan seperti pada gelombang bunyi . jelas, ia merupakan suatu jenis gelombang yang berbeda , yang nilai mutlaknya memberikan probabilitas untuk menemukan partikelnya pada suatu titik tertentu. Secara lebih tepat, |ψ|2 dx memberikan probabilitas untuk menemukan partikel dalam selang infinitesimal dx di x (yakni antara x dan x + dx ). Dalam satu dimensi perbedaan antara menemukan partikel dalam selang dx di x mungkin tidak begitu penting , tetapi bila kita meninjau persoalan dua dan tiga dimensi maka perbedaanya menjadi menonjol. Sebuah partikel tunggal dalam ruang tidak memiliki dimensi fisika, karena dimensi sebuah titik adalah nol (0), maka probabilitas untuk menemukan partikel disebuah titik adalah selalu nol, tetapi untuk selang dx, probabilitasnya tidak nol. Jika kita mendefinisikan P(x) sebagai rapat probabilitas (probabilitas sebagai satuan panjang dalam ruang satu dimensi), maka tafsiran ψ(x) menurut resep schroedinger adalah
P(x) dx = |ψ(x)|2 dx
Tafsiran |ψ|2 ini membantu kita untuk memahami persyaratan kontinu ψ(x), kita tidak menghendaki probabilitasnya. Tafsiran kita terhadap ψ(x) ini memungkinkan kita untuk melengkapkan resep schroedinger dan mengilustrasikan bagaimana menggunakan fungsi gelombang untuk menghitung besaran-besaran yang dapat kita ukur dalam laboratorium. Probabilitas untuk menemukan partikel antara x1 dan x2 , yang tentu saja adalah suatu integral :
Probabilitas untuk menemukan partikel antara x1 dan x2 :
Normalisasi (Normalization)
[2]Syarat normalisasi yaitu :
Persamaan ini berasal dari pendapat bahwa probalitas untuk menemukan partikel disuatu titik sepanjang sumbu x adalah 100 persen. Yang memperlihatkan bagaimana mendapatkan tetapan A yaitu pada persamaan
Dimana persamaan diatas pemecahanya adalah ψ (x,t) dapat mengandung turunan terhadap x atau t , tetapi ia haruslah bergantung pada pangkat satu dari ψ dan turunanya , sehingga suku seperti ψ2 atau (∂ψ/∂t)2 tidak boleh muncul. (ini sebagai akibat dari anggapan kita tentang sifat linear dan bernilai tunggal dari persamaannya dan pemecahannya). Persamaan kita haruslah mengandung potensial V , jika V yang muncul berpangkat satu maka agar taa asas dengan kekekalan energi (V+K=E), K harus pula muncul dalam bentuk pangkat satu. Telah kita dapati bahwa K = ℏ2k2 / 2m, sehingga satu-satunya cara untuk memperoleh suku yang mengandung k2 adalah dengan mengambil turunan kedua dari ψ(x) = A sin kx terhadap x.
Dan ternyata selama persamaan schroedinger linear, maka jika ψ(x) adalah pemecahannya , hasil kali ψ(x) dengan sebarang tetapan juga merupakan pemecahan. Sebuah fungsi gelombang dengan tetapan pengalinya ditentukan menurut persamaan
Dikatakan ternormalisasi, jika tidak ia dikatakan tidak ternormalisasikan. Hanya fungsi gelombang yang ternormalisasi secara tepat , yang dapat digunakan untuk melakukan semua perhitungan yang mempunyai makna fisika. Jika normalisasinya dilakukan secara tepat , maka persamaan
Akan selalu menghasilkan suatu probabilitas yang terletak antara 0 sampai 1
Contoh soal (For Example)
Suatu fungsi gelombang dinyatakan sebagai
Yang didefinisikan dalam daerah –L/2 ≤ x ≤ L/2 tunjukan bahwa fungsi ini adalah ternormalisasi !
Penyelesaian (Solution)
Syarat ternormalisasi adalah
Untuk menunjukan normalitas fungsi tersebut perlu dihitung ulang
Dalam hal ini
Sehingga
jadi fungsi tersebut ternormalisasi.
Asas Ketidak Pastian Heisenberg (Heisenberg Uncertainity)
Berbeda dengan fungsi gelombang, Asas Ketidakpastian Heisenberg (AKH) sama sekali tidak membicarakan probabilitas. Walaupun sama-sama mengandung elemen “ketidakpastian”. Sebenarnya dasar berpikir antara keduanya sangat berbeda.
Dalam AKH, “ketidakpastian” terjadi dalam konteks pengukuran. Bagaimanapun telitinya suatu pengukuran dilakukan, pasti terdapat ketidakakuratan dalam skala tertentu. Mustahil seseorang bisa mengukur besaran fisis dengan akurasi 100%.
Contoh dunia makro-nya mungkin begini:
Misalnya Anda hendak mengukur suhu air panas dalam mangkok. Maka, Anda akan mengambil termometer dan mencelupkannya ke air tersebut. Dari sini didapat nilai temperatur yang dicari. Tetapi ada masalah. Termometer adalah benda fisik. Ketika termometer dicelupkan, akan terjadi aliran kalor dari air menuju termometer (karena suhu termometer lebih rendah). Termometer pun jadi lebih hangat. Alhasil, yang terukur bukanlah suhu air sebenarnya — melainkan suhu air yang sudah dipengaruhi oleh termometer.
Contoh pada skala atom, hal yang sama juga terjadi. Bagaimana cara mengukur gerakan elektron? Dengan memanfaatkan partikel foton. Elektron yang sedang bergerak ditumbuk oleh foton, kemudian foton tersebut dideteksi energinya.
Dalam ilustrasi di atas tumbukan foton mengakibatkan pergeseran posisi. Meskipun demikian, pada obyek yang bergerak, keadaannya lebih rumit lagi: bukan saja posisi elektron yang terpengaruh, kecepatannya pun ikut terganggu, kita pun gagal mengetahui kondisi elektron yang sebenarnya. Ketidakpastian inilah yang disorot oleh Werner Heisenberg. Menurut Heisenberg:
“Mustahil untuk bisa mengukur secara tepat posisi sekaligus momentum* partikel yang bergerak. Apabila posisinya diketahui, maka momentumnya tidak akurat. Sebaliknya jika momentumnya diketahui, maka posisinya lah yang tidak akurat.”
*) momentum = kecepatan dikali massa.
Misalnya q adalah sudut maksimum sedemikian hingga foton yang datang dari kedudukan masih dapat masuk dalam sistem optik mikroskop. Andaikan suatu foton datang dari sumber cahaya dengan momentum linear sebesar:
(8.1)
Foton ini menumbuk elektron, dan kemudian terhambur dengan sudut q terhadap sumbu optik mikroskop. Momentum linear foton terhambur, dalam arah x adalah :
(8.2)
dalam arah yang bertolak belakang dengan arah px’.
hal ini berarti bahwa elektron dapat terlihat dalam mikroskop apabila momentum linear foton berada dalam daerah antara :
dan
Dengan demikian ketidakpastian momentum foton adalah :
(8.3)
Hal ini berarti juga bahwa elektron akan terlihat bila ketidakpastian momentum linearnya memiliki nilai :
(8.4)
Permasalahannya sekarang adalah : Bagaimanakah kedudukan elektron dalam arah-x ? Jika digunakan cahaya dengan panjang gelombang l, maka daya pisah (resolusi) mikroskop tersebut adalah :
(8.5)
Artinya jarak yang lebih kecil dari ini tidak dapat dibedakan lagi. Kedudukan elektron tak dapat ditentukan dengan ketakpastian yang lebih kecil. Oleh karena itu agar elektron masih dapat dilihat dengan mikroskop maka sekaligus harus dipenuhi bahwa :
dan
Perkalian kedua persamaan tersebut menghasilkan :
Suatu telaah yang lebih eksak memberikan hubungan :
(8.6)
Persamaan (8.6) merupakan prinsip ketidakpastian Heisenberg, ketidakpastian momentum dan posisi suatu zarah tidak dapat lepas satu dari lainnya. Apabila dituntut ketakpastian yang tak berhingga bagi harga posisi elektron (Dx=0), maka tidak akan diperoleh sama sekali informasi mengenai besarnya momentum linear elektron (Dpx=~), dan sebaliknya.
Ketidakpastian bukan lagi bergantung dari ketelitian alat, akan tetapi merupakan sesuatu yang fundamental, sesuatu yang hakiki dengan dunia fisika pada tingkat atom.
Di tingkat mikroskopis, prinsip ketakpastian Heisenberg menjadi tidak relevan. Hal itu dapat diperkirakan dengan mengambil contoh yang konkrit. Selanjutnya prinsip ketidakpastian Heisenberg dapat dikembangkan dalam tiga dimensi menjadi
dan dapat dijabarkan pula ketidakpastian energi dan waktu sebagai berikut :
(8.7)
Tafsiran Ensambel (Ensemble Interpretation)
ü Probabilitas QM (Quantum Mechanics) dipandang sebagai penjumlahan statistik (frekuensial)
Berbeda dengan interpretasi lainnya, Ensemble Interpretation (EI) tidak memberikan solusi eksotis ataupun fisis terhadap QM. Sebaliknya, EI mengumumkan ide yang cenderung masuk akal dan mudah dicerna.
Seluruh probabilitas kuantum harus dipandang sebagai penjumlahan statistik, bukannya individual. Dengan demikian, superposisi kuantum sama sekali tidak terjadi. Jika kita melakukan percobaan kucing Schrödinger sebanyak 1000 kali, maka kita akan mendapat hasil sebanyak 500 kucing mati dan 500 kucing hidup.
Pandangan ini berakar dari konsep probabilitas frekuensial. Menurut probabilitas frekuensial, peluang terjadinya suatu hal diindikasikan oleh seberapa seringnya hal tersebut terjadi dalam satu rentang pengujian.
Contoh:
Seorang pemain bola menendang penalti sebanyak 10 kali, dan mencetak gol 8 kali. Maka, menurut probabilitas frekuensial, kemungkinan si pemain untuk mencetak gol penalti adalah sekitar 0,8.
Seorang pemain bola menendang penalti sebanyak 10 kali, dan mencetak gol 8 kali. Maka, menurut probabilitas frekuensial, kemungkinan si pemain untuk mencetak gol penalti adalah sekitar 0,8.
Dengan pendekatan yang sama, EI memberikan cara berpikir baru: statistik kuantum. Setiap pengukuran hanya akan memberi hasil tunggal. Tetapi, jika banyak pengukuran dilakukan, barulah terlihat adanya sebaran probabilitas. Ilustrasinya kira-kira seperti berikut.
Hasil penembakan elektron ke layar dalam percobaan celah ganda. Pertama-tama tampak elektron menyebar satu-satu. Meskipun demikian, seiring dengan banyaknya elektron yang terkumpul, terbentuk garis-garis yang tepinya agak kabur — sesuai dengan sebaran probabilitas.
Penjelasan di atas sekilas sangat masuk akal. Sayangnya, ini tidak otomatis membuat EI diterima begitu saja — masih ada perdebatan mengenai konsep dasar probabilitas kuantum. Beda pendapat yang berakar dari perkara klasik di dunia probabilitas dan statistik, yakni Frequentist vs. Bayesian.
Sumber Referensi
Krane, Kenneth. 2006. Fisika Modern. Jakarta : Universitas Indonesia (UI-Press)
Hari kamis . 03 november 2011 jam 12 : 50
kotak-kotak gak kelihatan. rumus penting jd gak ada
BalasHapus