Rabu, 02 November 2011

JURNAL "CHILDREN IN THE CHANGE"


CHILDREN IN THE CHANGE
Name                    : Ignasius Bagus Asmarianto
SRN                      : 09 313 151
Department          : Physics Education, Manado State University
E-mail Address     : fisikaignasius@yahoo.com

ABSTRACT
ABSTRAK

In the world of education and teaching that became the focus is the participant students. Learners is an important primary resource in the process of formal education. No students, no teachers. Learners can learn without a teacher, otherwise the teacher can not teach without students. Therefore, the presence of learners becomes inevitable in the process of formal education demanding interaction between educators and learners, of course, optimization of growth and development of learners come doubt, without a professional teacher. Dalam dunia pendidikan dan pengajaran yang menjadi fokusnya adalah peserta didiknya. Peserta didik merupakan sumberdaya utama yang terpenting dalam proses pendidikan formal. Tidak ada peserta didik, tidak ada guru. Peserta didik bisa belajar tanpa guru, sebaliknya guru tidak bisa mengajar tanpa peserta didik. Karenanya, kehadiran peserta didik menjadi keniscayaan dalam proses pendidikan formal dan menuntut interaksi antara pendidik dan peserta didik, tentu saja optimasi pertumbuhan dan perkembangan peserta didik diragukan perwujudanya, tanpa guru yang profesional.
Learners who actually is it? as "learners" in the product is formal legal education in Indonesia. Presumably, as the "learner" was interpreted as "student" or "disciple" or "student" or "student". However, if the correct term "learner" is same word "student" and the latter designation is for those who are studying at secondary school level downward, because in our tradition, those who study high university called a student, what would be called "learners "?. Thus, the sense of the word "student" to "students" somewhat more on policy as if there is reform of education in our country. Sebenarnya siapakah peserta didik itu? sebutan “peserta didik” ini formal  dalam produk hukum pendidikan di indonesia. Agaknya, sebutan “ peserta didik” itu mengartikan sebutan “siswa” atau “murid” atau “pelajar” atau “ student”. Akan tetapi, kalau benar sebutan “peserta didik” merupakan padaan kata “siswa” dan sebutan yang terakhir ini untuk mereka yang belajar pada jenjang sekolah menengah kebawah ; oleh karena dalam tradisi kita, mereka yang belajar diperguruan tinggi disebut mahasiswa, apa ini akan disebut “peserta didik “?. Dengan demikian, pengertian kata “siswa” menjadi “peserta didik” agak lebih pada kebijakan untuk seakan-akan ada reformasi pendidikan di negara kita ini.
On the other hand, in the academic literature, as learners (education participant) are generally applicable to adult education (adult education), while for education "conventional" referred to students. Of course not taboo to mention the word "student", "disciple", "parents", "parents", "guardians of students", and so on according to its context. Pada sisi lain, didalam literatur akademik, sebutan peserta didik (education participant) pada umumnya berlaku untuk pendidikan  orang dewasa (adult education), sedangkan untuk pendidikan “konvesional” disebut siswa. Tentu saja tidak tabu untuk menyebut kata “siswa”, ”murid”, ”orang tua siswa”, ”orang tua murid”, ”wali siswa”, dan sebagainya sesuai dengan konteksnya.

INTRODUCTION
PENDAHULUAN

In the world of education any changes the students are from the development process. In the process of change is dependent of the four aspects of the development of learners, ie aspects of physical development, (motor), emotional, cognitive and psychosocial.
Physical development (motor) is a growth process of a child's motor skills. Every movement the child is the result of a complex pattern of interaction of various parts and systems in the body that is controlled by the brain. Developments in this aspect include the child's ability to love; feel good, brave, happy, scared, and angry; and other forms of emotion. In this aspect, the child is strongly influenced by interactions with parents and the people around him. The emotions will evolve according to emotional impulses it receives. For example, if the child gets outpouring of affection, they will learn to love. discuss discuss cognitive development means development of the individual in the process of cognition or thinking or process of knowing. In psychology, the process of knowing is studied in the field of cognitive psychology. So also with the psychosocial development of the psychosocial aspects related to children's ability to interact with its environment. For example, the ability of children to greet and play with their peers. By knowing the aspects of child development, parents and educators can design and provide stimulation and exercise in order to develop in a balanced four fourth. All this is based on the education that lived by learners, learners change in this case can not be separated from the above four aspects.
Dalam dunia pendidikan setiap perubahan-perubahan peserta didik merupakan dari proses perkembangan. Dalam proses perubahan ini tidak terlepas dari empat aspek perkembangan peserta didik, yaitu aspek perkembangan fisik, (motorik), emosi, kognitif dan psikososial .
Perkembangan fisik (motorik) merupakan proses tumbuh kembang kemampuan gerak seorang anak. Setiap gerakan yang dilakukan anak merupakan hasil pola interaksi yang kompleks dari berbagai bagian dan sistem dalam tubuh yang dikontrol oleh otak. Perkembangan pada aspek ini meliputi kemampuan anak untuk mencintai; merasa nyaman, berani, gembira, takut, dan marah; serta bentuk-bentuk emosi lainnya. Pada aspek ini, anak sangat dipengaruhi oleh interaksi dengan orangtua dan orang-orang di sekitarnya. Emosi yang berkembang akan sesuai dengan impuls emosi yang diterimanya. Misalnya, jika anak mendapatkan curahan kasih sayang, mereka akan belajar untuk menyayangi. membahas s berarti membahas tentang perkembangan individu dalam berfikir atau proses kognisi atau proses mengetahui. Dalam psikologi, proses mengetahui dipelajari dalam bidang psikologi kognitif. Begitu juga dengan dengan perkembangan psikososial Aspek psikososial berkaitan dengan kemampuan anak untuk berinteraksi dengan lingkungannya. Misalnya, kemampuan anak untuk menyapa dan bermain bersama teman-teman sebayanya. Dengan mengetahui aspek-aspek perkembangan anak, orangtua dan pendidik bisa merancang dan memberikan rangsangan serta latihan agar keempat empat  berkembang secara seimbang.  Semua ini didasari oleh pendidikan yang dijalani oleh peserta didik, perubahan peserta didik dalam hal ini tidak lepas dari keempat aspek diatas.



BASIC THEORY
LANDASAN TEORI

Expert opinions Lawrence Kohlberg, an American psychologist, felt that people continued to grow and develop emotionally and socially, throughout their entire lives. He determined that we work through six stages (in three levels, with two stages each) of moral development in order to reach our highest potential. His theory seems especially plausible as he acknowledged that not all people will attain the highest levels of morality and emotional maturity. The goal then, for parents, is to encourage their children's emotional development while paying close attention to the examples they are setting for their impressionable youngsters. Pendapat Ahli Lawrence Kohlberg, yaitu seorang psikolog Amerika, merasa bahwa orang-orang terus tumbuh dan berkembang secara emosional dan sosial, sepanjang umur hidup mereka. Ia mengatakan bahwa kita berkembang melalui perkembangan moral yaitu dalam rangka untuk mencapai potensi tertinggi kita. Teorinya ini masuk akal sangat tampak karena ia mengakui bahwa tidak semua orang akan mencapai tingkat tertinggi dari moralitas dan kematangan emosional. Kemudian tujuannya, bagi orang tua, adalah untuk mendorong perkembangan emosional anak-anak mereka dengan memperhatikan contoh-contoh yang dekat dengan mereka sedang mengatur untuk anak-anak mudah dipengaruhi mereka.
The most well-known and influential theory of cognitive development is that of French psychologist Jean Piaget (1896–1980). Piaget's theory, first published in 1952, grew out of decades of extensive observation of children, including his own, in their natural environments as opposed to the laboratory experiments of the behaviorists. Although Piaget was interested in how children reacted to their environment, he proposed a more active role for them than that suggested by learning theory. He envisioned a child's knowledge as composed of schemas, basic units of knowledge used to organize past experiences and serve as a basis for understanding new ones. Teori paling terkenal dan berpengaruh perkembangan kognitif adalah teori dari psikolog Perancis Jean Piaget (1896-1980). Teori Piaget, pertama kali diterbitkan pada tahun 1952, tumbuh dari pengamatan secara luas kepada anak-anak, termasuk dirinya sendiri, di lingkungan alami mereka yang bertentangan dengan percobaan laboratorium dari tingkah laku. Meskipun Piaget tertarik pada bagaimana anak-anak bereaksi terhadap lingkungan mereka, ia berpendapat bahwa  peran mereka lebih aktif bagi dari mereka dari pada yang disarankan oleh teori belajar. Dia membayangkan pengetahuan anak terdiri dari skema, pemahaman dasar dari pengetahuan yang digunakan untuk mengatur pengalaman masa lalu dan dijadikan sebagai dasar untuk pemahaman baru.
Schemas are continually being modified by two complementary processes that Piaget termed assimilation and accommodation. Ainsworth defines attachment as “an affectional tie that one person forms to another specific person, binding them together in space, and enduring over time … is discriminating and specific.” It is not present at birth, but is developed. In a word, attachment means love. Attachment behaviors such as crying, smiling, physical contact, and vocalizing. Attachment theory is strongly based on ethological notions. Thus, attachment is seen as serving a biological function, that is, the protection of infants by ensuring their proximity to (attached) adults. The common goal of attached individuals is proximity. Bowlby was influenced by Freud's psychoanalytic theory of development, but argues that there is a primary biological need to become attached to at least one adult, whereas Freud argued that love for a mother was secondary to her satisfaction of an infant's hunger. Skema yang terus-menerus dimodifikasi oleh dua proses komplementer yang Piaget sebut asimilasi dan akomodasi. Ainsworth mendefinisikan keterikatan sebagai "sebuah ikatan kasih yang membentuk satu orang berhubungan dengan orang lain yang spesifik, mengikat mereka bersama-sama dalam suatu ruang, dan bertahan dari waktu ke waktu ... yang diskriminatif dan spesifik." Hal ini tidak hadir pada saat lahir, tetapi berkembang. Dengan kata lain, kasih sayang berarti cinta. Perilaku kasih sayang seperti menangis, tersenyum, kontak fisik, dan bersuara. Teori kasih sayang sangat didasarkan pada gagasan etologis. Dengan demikian, kasih sayang dipandang sebagai pelayanan fungsi biologis, yaitu, perlindungan bayi dengan memastikan kedekatan mereka dengan (mengasihi) orang dewasa. Tujuan umum dari kasih sayang individu adalah kedekatan. Bowlby dipengaruhi oleh teori perkembangan psikoanalitik Freud, tetapi berpendapat bahwa ada kebutuhan biologis utama untuk menjadi dekat dengan satu orang dewasa, sedangkan Freud berpendapat bahwa cinta untuk seorang ibu adalah sekunder untuk kepuasan dirinya dari harapan seorang bayi.

DISCUSSION
PEMBAHASAN

Child development is divided into: Perkembangan anak dibagi dalam:
A.   Physical Development (Perkembangan Fisik)
From the moment babies are born, parents and eager relatives are stuck with certain questions. Will this baby grow just like every other healthy baby has been? When will she roll over? When will she crawl and then walk? Or sometimes will she ever crawl or will she walk without crawling? Dari saat bayi lahir, orang tua dan kerabat terjebak dengan pertanyaan-pertanyaan tertentu. Apakah bayi ini akan tumbuh seperti setiap bayi yang sehat lainnya? Kapan dia berguling? Kapan dia merangkak dan kemudian berjalan? Atau kadang-kadang apakah ia merangkak dahulu atau akan berjalan tanpa merangkak?
Physical development is one important milestone. I do not mean that other areas of development are any less important. But physical development is more obvious and easily determined. Hence this milestone is something most parents eagerly wait for. Perkembangan fisik adalah aspek yang penting. Namun bukan berarti perkembangan pada aspek lainnya kurang penting.. Tapi perkembangan fisik lebih jelas dan mudah dilihat. Oleh karena itu aspek ini adalah hal yang paling ditunggu-tunggu orang tua.
How do you know when and what to expect of a baby? To help you answer these questions, here are some basic physical development information! Bagaimana Anda tahu kapan dan apa yang diinginkan bayi? Untuk membantu Anda menjawab pertanyaan ini, berikut adalah beberapa informasi dasar tentang perkembangan fisik!
Physical development is one important factor for early learning. Babies learn through their senses. Initially, they explore the world by their own movements, their tongue and things they touch. Perkembangan fisik merupakan salah satu faktor penting untuk pembelajaran  awal. Bayi belajar melalui indera mereka. Pada awalnya, mereka mengeksplorasi dunia dengan gerakan mereka sendiri, dengan lidah mereka dan hal-hal yang mereka sentuh.
There are 2 different types of physical development they are gross and fine motor skills. Gross motor skills are large skills such as throwing objects, rolling balls, jumping and even balancing. Generally gross motor skills are responsible for the baby to move. Fine motor skills are the abilities to control small muscles such as picking up small things with fingers and learning to write on paper. Ada 2 jenis perkembangan fisik yaitu keterampilan motorik kasar dan halus. Keterampilan motorik kasar adalah keterampilan besar seperti melempar benda, mengguling bola, melompat dan bahkan menyeimbangkan tubuh. Umumnya keterampilan motorik kasar bertanggung jawab untuk gerakan bayi. Keterampilan motorik halus adalah kemampuan untuk mengendalikan otot-otot kecil seperti mengambil hal-hal kecil dengan jari dan belajar menulis di atas kertas.
Child physical development means the way in which children's body increases in skill involving movement. Developmental norms are patterns of growth that a child is expected to follow when growing. It is dangerous to assume that children are abnormal if they do not all progress in exactly the same manner. Variations will always exist, since each child is an individual developing in their own unique way. A likely expectation is that babies will be mobile (rolling, crawling, creeping, bottom-shuffling or walking) by the time they reach their first birthday. However, a baby may have been concentrating on acquiring fine motor skills, social skills or language skills and may have advanced beyond the average in one or more of these developmental areas. In the development of gross motor skills, they may not have progressed beyond sitting, but have been absorbing huge amounts of information from the world around them. Perkembangan fisik anak berarti proses dimana tubuh anak meningkat/bertumbuh dalam keterampilan yang melibatkan gerakan. Aturan perkembangan adalah pola pertumbuhan seorang anak yang diharapkan mengikuti aturan itu ketika bertumbuh. Hal ini berbahaya untuk mengasumsikan bahwa anak-anak disebut abnormal jika mereka tidak mengalami semua perkembangan fisik dalam pola yang sama persis. Variasi akan selalu ada, karena setiap anak adalah individu yang berkembang dengan cara unik mereka sendiri. Sebuah harapan bahwa bayi akan bergerak (berguling, merangkak, merayap, atau berjalan) pada saat mereka mencapai ulang tahun mereka yang pertama. Namun, bayi mungkin berkonsentrasi pada keterampilan motorik halus, keterampilan sosial atau kemampuan bahasa dan mungkin telah berkembang melampaui rata-rata dalam satu atau lebih dari aspek-aspek perkembangan. Dalam perkembangan keterampilan motorik kasar, mereka tidak bisa berkembang melampaui proses duduk, tetapi telah menyerap sejumlah besar informasi dari dunia di sekitar mereka.
Gross motor development: Perkembangan motorik kasar:
This is something that every parent will think of first. It is the child's ability to move around. It involves using several parts of the body or sometimes the whole body at one time. Here are some factors that contribute to a child's gross motor abilities: Ini adalah hal yang dipikir pertama kali oleh setiap orang tua. Ini adalah kemampuan anak untuk bergerak. Ini melibatkan penggunaan beberapa bagian tubuh atau kadang-kadang seluruh tubuh pada satu waktu. Berikut adalah beberapa faktor yang berkontribusi terhadap kemampuan motorik kasar anak:

Muscle tone and strength: Tonus otot dan kekuatan:
If the child's muscle tone is too tight (high tone), then the movements will be jerky or disconnected. On the other hand, if it is too loose (low tone), then movement will be slow and weak. Jika otot anak terlalu ketat (tonus tinggi), maka gerakan akan tersentak-sentak atau terputus. Di sisi lain,  jika terlalu longgar (tonus rendah), maka gerakan akan menjadi lambat dan lemah.

Fine motor development: Perkembangan motorik halus:
Fine motor skills are the ones that require small movements but more complicated abilities. Keterampilan motorik halus adalah satu-satunya yang membutuhkan gerakan kecil tetapi kemampuan lebih rumit.

Visual motor skills: It is the ability of the baby to see and coordinate with what she sees. Keterampilan visual motorik: Ini adalah kemampuan bayi untuk melihat dan berkoordinasi dengan apa yang ia lihat.

Grapho-motor skills: This is any task that involves a writing tool. Drawing, writing or even holding a pencil is a grapho motor skill. Keterampilan grapho-motorik: Ini adalah keterampilan yang melibatkan alat tulis-menulis. Menggambar, menulis atau bahkan memegang pensil adalah grapho motorik.

Hand eye coordination: Hand eye coordination is another important fine motor ability. Koordinasi mata tangan: Koordinasi mata tangan merupakan kemampuan motorik halus lain yang penting.

Emotional Development (Perkembangan Emosional)
Expert opinions Lawrence Kohlberg, an American psychologist, felt that people continued to grow and develop emotionally and socially, throughout their entire lives. He determined that we work through six stages (in three levels, with two stages each) of moral development in order to reach our highest potential. His theory seems especially plausible as he acknowledged that not all people will attain the highest levels of morality and emotional maturity. The goal then, for parents, is to encourage their children's emotional development while paying close attention to the examples they are setting for their impressionable youngsters. Pendapat Ahli Lawrence Kohlberg, yaitu seorang psikolog Amerika, merasa bahwa orang-orang terus tumbuh dan berkembang secara emosional dan sosial, sepanjang umur hidup mereka. Ia mengatakan bahwa kita berkembang melalui perkembangan moral yaitu dalam rangka untuk mencapai potensi tertinggi kita. Teorinya ini masuk akal sangat tampak karena ia mengakui bahwa tidak semua orang akan mencapai tingkat tertinggi dari moralitas dan kematangan emosional. Kemudian tujuannya, bagi orang tua, adalah untuk mendorong perkembangan emosional anak-anak mereka dengan memperhatikan contoh-contoh yang dekat dengan mereka sedang mengatur untuk anak-anak mudah dipengaruhi mereka.
Babies and Their Emotions (Bayi dan Emosi mereka)
While babies seem to be born with some of their emotional qualities in place, how they develop initially can be credited to the lessons that they are taught by their Primary Caregivers. Warm, attentive care, especially during the first year of life, helps babies to gain a sense that the world is a safe and welcoming place. Saat bayi dilahirkan dengan beberapa kualitas emosional mereka, bagaimana mereka berkembang awal dapat diberikan dengan pelajaran yang diajarkan oleh Pengasuh Primer mereka. Kehangatan, kepedulian, terutama selama tahun pertama kehidupan, membantu bayi untuk memperoleh rasa bahwa dunia adalah tempat yang aman dan ramah.
That sense of security can be a good base for the development of other healthy emotional responses. Babies form attachments to the people closest to them when they are quite young, showing increased anxiety and restlessness when with unfamiliar people. These first and most important relationships serve as a child's earliest lessons’ in forming close, emotional bonds. Rasa aman dapat menjadi dasar yang baik untuk perkembangan respon emosional yang sehat lainnya. Bayi membentuk rasa kasih sayang pada orang-orang terdekat ketika mereka cukup muda, menunjukkan peningkatan kecemasan dan kegelisahan ketika dengan orang asing. Ini adalah hubungan pertama dan paling penting sebagai pelajaran anak awal 'dalam membentuk hubungan dekat, ikatan emosional.
1.   Toddlers - the Beginning of Independence Balita – Awal Kemandirian
As children move from infancy into the toddler era, they gain a sense of self, separate from their parents and siblings. Since this is a whole new world for them, frustrations can run high (for mum and dad, too!) and they may be prone to Temper Tantrums or other behaviors that their parents find objectionable. Sebagai anak-anak yang bergerak dari bayi ke masa balita, mereka mendapatkan rasa diri mereka, terpisah dari orang tua dan saudara kandung. Karena ini adalah dunia baru bagi mereka, frustrasi dapat berjalan tinggi (untuk ibu dan ayah, juga!) dan mereka mungkin rentan terhadap Temper Tantrum atau perilaku lain yang orang tua mereka temukan yang tidak disetujui.
As with any new skill, learning to control negative emotional responses takes time, so parents should try to be patient with their temperamental toddlers. Children need to learn that there are better and more effective ways to get what they want than to throw tantrums, and parents can help them by exercising firm kindness. Seperti halnya keterampilan baru, belajar untuk mengontrol respon emosional yang negatif membutuhkan waktu, sehingga orang tua harus berusaha untuk bersabar dengan temperamental balita mereka. Anak-anak perlu belajar bahwa ada cara yang lebih baik dan lebih efektif untuk mendapatkan apa yang mereka inginkan daripada mengamuk, dan orang tua dapat membantu mereka dengan melatih mereka dengan kebaikan
While they may be a bit emotionally high-strung, toddlers are also likely to show the first signs of compassion, expressing worry when a playmate or family member seems sad or upset. These expressions of positive emotion should be complimented by parents and caregivers who are striving to encourage healthy emotional development. Disamping mereka mungkin sedikit memiliki emosional tinggi, balita juga cenderung menunjukkan tanda-tanda belas kasihan, mengungkapkan rasa khawatir ketika seorang anggota keluarga atau teman bermain tampak sedih atau kesal. Ini ekspresi emosi positif yang harus dipuji oleh orang tua dan pengasuh yang berusaha untuk mendorong perkembangan emosional yang sehat.

Kindness and Self-Control (Kebaikan dan Kontrol Diri)
By the time that they are school-aged, children begin to take pride in their ability to exert self-control, and enjoy the feedback that they receive from being responsible and cooperative. This presents parents and educators with the opportunity to foster desirable emotional responses by pointing out situations in which children behaved in mature, compassionate ways. Pada waktu mereka usia sekolah, anak-anak mulai bangga dengan kemampuan mereka untuk mengontrol diri sendiri, dan menikmati umpan balik yang mereka terima untuk menjadi bertanggung jawab dan kooperatif. Ini memperlihatkan orang tua dan pendidik dengan kesempatan untuk mendorong tanggapan emosional yang diinginkan dengan menunjukkan situasi di mana anak-anak berperilaku dewasa, dengan cara-cara penuh kasih.
School-aged children are also faced with their own unique challenges, of course, so parents must do all that they can to help kids to navigate unfamiliar situations. Sibling Rivalry is common, which can be exasperating for parents who harbour hopes that their children will get along famously. Allowing the children to work things out for themselves is wise (unless the situation gets truly out of control) because each time that the kids resolve an issue, they take steps toward emotional maturity. Anak usia sekolah juga dihadapkan dengan tantangan unik mereka sendiri, jadi orangtua harus melakukan semua apa yang mereka bisa untuk membantu anak-anak dalam menghadapi situasi yang tidak biasa. Rivalitas antarsaudara adalah biasa, yang dapat menjengkelkan bagi orang tua yang memiliki harapan bahwa anak-anak mereka akan akur. Membiarkan anak-anak untuk melakukan sesuatu untuk diri sendiri adalah bijaksana (kecuali situasi benar-benar diluar dari kontrol) karena saat anak-anak mengatasi masalah, mereka mengambil langkah-langkah menuju pada kedewasaan emosional.



1.   Almost Adults (Hampir Dewasa)
The teen years can be turbulent (a true understatement!), with additional stresses put on adolescents that they may not have encountered in the past. Social and school responsibilities, coupled with a natural desire to make their own decisions without the input of their parents, can be cause for distress as well as opportunities for growth. Depending on the Teen's Emotional Development up to that point, adolescents may find themselves dealing with feelings of depression, anxiety, or helplessness, in which case, parents must do all that they can to ease their child's stress level. Encouraging activities that promote self-esteem and a sense of community will serve teens well, since they are only steps away from taking full responsibility for their lives. Usia remaja bisa menjadi bergejolak (suatu pernyataan yang benar!), dengan tekanan/stres tambahan berada pada usia remaja bahwa mereka tidak mungkin mengalami kembali masa yang sudah lewat. Tanggung jawab sosial dan sekolah, ditambah dengan keinginan alami untuk membuat keputusan sendiri tanpa masukan dari orang tua mereka, dapat menyebabkan kesulitan dalam kesempatan untuk pertumbuhan. Bergantung pada Perkembangan Emosi Remaja sampai saat itu, remaja mungkin menemukan diri mereka berhadapan dengan perasaan depresi, kecemasan, atau tidak berdaya, dalam hal ini, orangtua harus melakukan semua yang mereka bisa untuk mengurangi tingkat stres anak mereka. Mendorong dalam kegiatan yang memperkenalkan penghargaan diri dan rasa komunitas akan membuat remaja lebih baik, sejak mereka berada dalam tingkat memiliki tanggung jawab penuh atas hidup mereka.

B.   Cognitive Development (Perkembangan Kognitif)

Piaget's theory of cognitive development (Teori Piaget tentang Perkembangan Kognitif)

The most well-known and influential theory of cognitive development is that of French psychologist Jean Piaget (1896–1980). Piaget's theory, first published in 1952, grew out of decades of extensive observation of children, including his own, in their natural environments as opposed to the laboratory experiments of the behaviorists. Although Piaget was interested in how children reacted to their environment, he proposed a more active role for them than that suggested by learning theory. He envisioned a child's knowledge as composed of schemas, basic units of knowledge used to organize past experiences and serve as a basis for understanding new ones. Teori paling terkenal dan mempengaruhi perkembangan kognitif adalah teori psikolog Perancis Jean Piaget (1896-1980). Teori Piaget, pertama kali diperkenalkan pada tahun 1952, berasal dari decade ini pada pengamatan yang luas tentang anak-anak, termasuk dirinya sendiri, pada lingkungan alami mereka yang bertentangan dengan percobaan laboratorium tentang perilaku. Meskipun Piaget tertarik pada bagaimana anak-anak bereaksi terhadap lingkungan mereka, ia mengusulkan peran lebih aktif bagi mereka daripada yang disarankan oleh teori belajar. Dia membayangkan pengetahuan anak terdiri dari skema, unit dasar dari pengetahuan digunakan untuk mengatur pengalaman masa lalu dan berfungsi sebagai dasar untuk pemahaman yang baru.

Schemas are continually being modified by two complementary processes that Piaget termed assimilation and accommodation. Assimilation refers to the process of taking in new information by incorporating it into an existing schema. In other words, people assimilate new experiences by relating them to things they already know. On the other hand, accommodation is what happens when the schema itself changes to accommodate new knowledge. According to Piaget, cognitive development involves an ongoing attempt to achieve a balance between assimilation and accommodation that he termed equilibration. Skema yang terus-menerus dimodifikasi oleh dua proses komplementer yang Piaget disebut asimilasi dan akomodasi. Asimilasi adalah proses menyerap informasi baru dengan memasukkan ke dalam skema/ingatan yang sudah ada. Dengan kata lain, orang mengasimilasi pengalaman baru dengan mengaitkannya dengan hal-hal yang mereka sudah tahu. Di sisi lain, akomodasi adalah apa yang terjadi ketika skema sendiri berubah untuk mengakomodasi pengetahuan baru. Menurut Piaget, perkembangan kognitif melibatkan upaya berkelanjutan untuk mencapai keseimbangan antara asimilasi dan akomodasi yang ia disebut equilibrium.

At the center of Piaget's theory is the principle that cognitive development occurs in a series of four distinct, universal stages, each characterized by increasingly sophisticated and abstract levels of thought. These stages always occur in the same order, and each builds on what was learned in the previous stage. They are as follows: Pusat dari teori Piaget adalah prinsip bahwa perkembangan kognitif terjadi dalam rangkaian dari empat tahap yang berbeda, tahap universal, masing-masing tahap ditandai oleh tingkat yang semakin meningkat dan pemikiran yang abstrak. Tahapan ini selalu terjadi dalam urutan yang sama, dan masing-masing didasarkan pada apa yang telah dipelajari pada tahap sebelumnya. Tahapnya adalah sebagai berikut:
1.   Sensorimotor stage (infancy): In this period, which has six sub-stages, intelligence is demonstrated through motor activity without the use of symbols. Knowledge of the world is limited, but developing, because it is based on physical interactions and experiences. Children acquire object permanence at about seven months of age (memory). Physical development (mobility) allows the child to begin developing new intellectual abilities. Some symbolic (language) abilities are developed at the end of this stage. Tahap sensorimotor (bayi): Dalam periode ini, memiliki enam sub-tahap, kecerdasan ini ditunjukkan melalui aktivitas motorik tanpa menggunakan simbol-simbol. Pengetahuan tentang dunia terbatas, tetapi berkembang, karena berdasarkan interaksi fisik dan pengalaman. Anak-anak memperoleh suatu benda yang tetap di usia sekitar tujuh bulan (memori). Perkembangan fisik (mobilitas) memungkinkan anak untuk mulai mengembangkan kemampuan intelektual baru. Beberapa kemampuan simbolik (bahasa) dikembangkan pada akhir tahap ini.

2.   Pre-operational stage (toddlerhood and early childhood): In this period, which has two sub stages, intelligence is demonstrated through the use of symbols, language use matures, and memory and imagination are developed, but thinking is done in a non-logical, non-reversible manner. Egocentric thinking predominates. Tahap pra-operasional (balita dan anak usia dini): Dalam periode ini, memiliki dua sub tahap, kecerdasan ditunjukkan melalui penggunaan simbol-simbol, menggunakan bahasa dewasa, serta memori dan imajinasi dikembangkan, tetapi berpikir dalam tahap ini dilakukan secara tidak logis, cara yang tidak terbalikan. Berpikir egosentris mendominasi pada tahap ini.

3.   Concrete operational stage (elementary and early adolescence): In this stage, characterized by seven types of conservation (number, length, liquid, mass, weight, area, and volume), intelligence is demonstrated through logical and systematic manipulation of symbols related to concrete objects. Operational thinking develops (mental actions that are reversible). Egocentric thought diminishes. Tahap operasional konkrit (masa SD dan awal Remaja): Pada tahap ini, ditandai dengan tujuh jenis konservasi (bilangan, panjang, cairan, massa, berat, luas, dan volume), kecerdasan ini ditunjukkan melalui manipulasi yang logis dan simbol sistematis yang terkait dengan objek konkrit. Mengembangkan pemikiran operasional (tindakan mental yang reversibel). Berpikir egosentris berkurang.

4.   Formal operational stage (adolescence and adulthood): In this stage, intelligence is demonstrated through the logical use of symbols related to abstract concepts. Early in the period there is a return to egocentric thought. Only 35 percent of high school graduates in industrialized countries obtain formal operations; many people do not think formally during adulthood. Tahap operasional formal (remaja dan dewasa): Pada tahap ini, kecerdasan ditunjukkan melalui penggunaan simbol-simbol logis yang berkaitan dengan konsep-konsep abstrak. Pada awal periode ini mereka kembali ke pemikiran egosentris. Hanya 35 persen dari lulusan sekolah tinggi di negara-negara industri memperoleh operasi formal; banyak orang tidak berpikir secara resmi selama masa dewasa.

Infancy (Massa Bayi)

As soon as they are born, infants begin learning to use their senses to explore the world around them. Most newborns can focus on and follow moving objects, distinguish the pitch and volume of sound, see all colors and distinguish their hue and brightness, and start anticipating events, such as sucking at the sight of a nipple. By three months old, infants can recognize faces; imitate the facial expressions of others, such as smiling and frowning; and respond to familiar sounds. Segera setelah lahir, bayi mulai belajar untuk menggunakan perasaan mereka untuk menyelidiki dunia di sekitar mereka.

At six months of age, babies are just beginning to understand how the world around them works. They imitate sounds, enjoy hearing their own voice, recognize parents, fear strangers, distinguish between animate and inanimate objects, and base distance on the size of an object. They also realize that if they drop an object, they can pick it up again. At four to seven months, babies can recognize their names. Pada usia enam bulan, bayi mulai mengerti bagaimana dunia di sekitar mereka berlangsung. Mereka meniru suasra, mendengar suara mereka, mengenal orang tua, takut pada orang yang tidak dikenal, membedakan objek yang nyata dan tidak nyata, dan menentukan jarak pada ukuramn suatu objek. Mereka juga menyadari bahwa jika mereka menjatuhkan suatu benda, mereka dapat mengambilnya kembali. Pada empat sampai tujuh bulan, bayi dapat mengenal nama mereka.


Intellectual Development (Perkembangan Intelektual)

For Piaget, intelligence is defined as the ability to adapt to the environment, an ability that depends upon physical and psychological (cognitive) organization. The adaptation process has two complementary components, assimilation and accommodation. Assimilation refers to the tendency to process new information, sometimes with distortion, in terms of existing cognitive structures. Accommodation refers to the opposite process, that is, the modification of existing cognitive structures in response to new information. An individual strives for equilibrium between assimilation and accommodation, with thought being neither unrealistic (excessive assimilation) nor excessively realistic and hence disorganized (excessive accommodation). Bagi piaget, kecerdasan didefinisikan sebagai kemampuan untuk beradaptasi dengan lingkungan, kemampuan yang bergantung pada organisasi fisik dan psikologi (kognitif). Proses adaptasi memiliki dua komponen yang saling melengkapi, asimilasi dan akomodasi. Asimilasi merupakan keccendrungan pada proses memperoleh informasi baru, kadang-kadang terdapat penyimpangan, dalam pembentukan struktur kognitif. Akomodasi merupakan proses yang sebaliknya  yaitu, modifikasi dari struktur kognitif yang sudah ada dalam respon untuk mendapatkan informasi baru. Seorang individu berusaha untuk menyeimbangkan antara asimilasi dan akomodasi, dengan pemikiran baik yang tidak realistis (terlalu asimilasi) maupun realistis (terlalu akomodasi).
C.   Developmental child psychology (Psikologi Perkembangan Anak)
Developmental psychologists who study children rely more upon careful observation in natural settings than upon laboratory experiments. Under these circumstances, only partial conclusions can be drawn about the causes of development. The field has been dominated by descriptive research, with increasing attempts to explain developmental phenomena by the use of animal experiments or by statistical methods. In longitudinal research, a group of individuals is studied at regular intervals over a relatively long period of time. This contrasts with cross-sectional research, where individuals of different ages are studied at the same time. Conclusions from the two types of research may differ. Finally, case studies, that is, close and extensive observations of a few subjects, have been relied upon by important developmental theorists such as S. Freud and J. Piaget. Psikolog perkembangan yang mempelajari tentang anak mempercayakan lebih pada pengamatan dalam pengaturan alam daripada percobaan laboratorium. Dalam keadaan ini, hanya kesimpulan parsial yang dapat ditarik tentang penyebab dari perkembangan. Objek lapangan telah didominasi oleh penelitian deskriptif, dengan upaya peningkatan untuk menjelaskan fenomena perkembangan dengan menggunakan hewan percobaan atau dengan metode statistik. Pada penelitian longitudinal, sekelompok individu dipelajari secara berkala selama jangka waktu relatif lama. Hal ini kontras dengan cross-sectional penelitian, di mana individu-individu dari usia yang berbeda yang dipelajari pada waktu yang sama. Kesimpulan dari dua jenis penelitian mungkin berbeda. Akhirnya, studi kasus, yaitu, pengamatan dekat dan luas beberapa subjek, telah dipercayakan oleh teori perkembangan yang penting seperti teori S. Freud dan J. Piaget.
An explanation of developmental changes requires a judgment as to the relative importance of genetically programmed maturation and environmental influences. Although most development a lists believe that genetic endowment and environmental experience interact to account for behavior, the degree to which either affects a particular behavior is still often debated. This issue has important implications for the success of environmental intervention in the face of genetic constraints. For example, the influence on children of parental speech versus genetic programming in language acquisition is much debated, as is the origin of gender differences in behavior. Penjelasan tentang perubahan perkembangan memerlukan penilaian sebagai kepentingan relatif dari kedewasaan genetik dan pengaruh lingkungan. Meskipun kebanyakan perkembangan percaya bahwa bawaan genetik dan pengalaman lingkungan berinteraksi untuk menghasilkan perilaku, tingkat yang mempengaruhi perilaku tertentu masih sering diperdebatkan. Masalah ini memiliki implikasi penting untuk keberhasilan intervensi lingkungan dalam menghadapi kendala genetik. Sebagai contoh, pengaruh pada anak-anak dari perkataan orangtua dibandingkan pemrograman genetik dalam perolehan bahasa banyak diperdebatkan, seperti asal perbedaan gender dalam perilaku.
Developmental psychology is divided roughly between those who study personal–social (emotional) development and those who study intellectual and linguistic development, although there is a small but growing interest in the overlap between these two aspects of personality, known as social cognition. The study of personal-social development in childhood is dominated by the theory of attachment formulated by J. Bowlby and extended by M. Ainsworth. In adolescence and adulthood, E. Erikson's theory of psychosocial development is prominent. The study of intellectual development at all ages is dominated by Piaget's theory of cognitive constructivism. Psikologi perkembangan dibagi kira-kira antara mereka yang mempelajari perkembangan pribadi-sosial (emosional) dan mereka yang mempelajari perkembangan intelektual dan linguistik, meskipun itu kecil namun tumpang tindih antara kedua aspek kepribadian, yang dikenal sebagai kognisi sosial. Studi tentang perkembangan pribadi-sosial di masa kanak-kanak didominasi oleh teori yang dirumuskan oleh J. Bowlby dan diteruskan oleh M. Ainsworth. Pada masa remaja dan dewasa, teori E. Erikson tentang perkembangan psikososial lebih menonjol. Studi tentang perkembangan intelektual di segala usia didominasi oleh teori Piaget tentang konstruktivisme kognitif.
Moral development (Perkembangan Moral)
By the age of 7, most children are in stage 1, chiefly characterized by the belief that people should act in certain ways in order to avoid physical or other punishment. In 2 or 3 years, children reason primarily in terms of doing things for rewards; this is stage 2. Stage 3 involves reasoning focused less on rewards than on maintaining the approval of others. Stage 4 involves reasoning that unquestioningly accepts conventional rules. Actions are judged by a rigid set of regulations, religious, legal, or both. Most individuals do not develop past this point. A few, however, do reach postconventional moral reasoning, stage 5. These individuals think in terms of moral principles. Rarely, a step higher to stage 6 is reached, governed by original abstract moral principles. Kohlberg argued that moral development is progressive, without regression to earlier stages. Pada usia 7 tahun, kebanyakan anak berada dalam tahap 1, terutama ditandai dengan keyakinan bahwa orang harus bertindak dengan cara tertentu untuk menghindari hukuman fisik atau lainnya. Dalam 2 atau 3 tahun, alasan terutama anak-anak dalam melakukan sesuatu adalah untuk memperoleh hadiah, ini adalah tahap 2. Tahap 3 melibatkan penalaran kurang terfokus pada penghargaan/hadiah daripada mempertahankan persetujuan orang lain. Tahap 4 melibatkan penalaran yang mutlak menerima aturan-aturan konvensional. Tindakan dinilai oleh satu set peraturan yang kaku, agama, hukum, atau keduanya. Kebanyakan orang tidak berkembang melewati titik ini. Beberapa anak, bagaimanapun, mencapai penalaran moral yang post konvensional, yaitu tahap 5. Orang-orang ini berpikir dalam kerangka prinsip-prinsip moral. Jarang terdapat langkah yang lebih tinggi agar tahap 6 tercapai, diatur oleh prinsip-prinsip moral asli yang abstrak. Kohlberg berpendapat bahwa perkembangan moral bersifat progresif/bertahap, tanpa regresi/mundur ke tahap awal.

CONCLUTION
KESIMPULAN

Changes in learners which is a process by which human beings who are trying to develop your own potential in formal and non formal institutions. Change process consists of physical development (motor), Emotional development, cognitive development, psychosocial development, and psychomotor development.
Where in this case the physical development includes changes in the size and body proportions, body, appearance, and function of various body systems, including emotional development of children's ability to love, feel good, brave, happy, scared, and angry; and other forms of emotion , cognitive development involves the ability to coordinate future possibilities, looking for answers, dealing with flexible, test hypotheses and draw conclusions on the events that they do not experience it directly. Psychosocial development that covered the development of attitudes, psychosocial aspects related to children's ability to interact with lingkungannya.dan psychomotor development include the development of related creativity, namely that became an integral part of the process of cognitive development.

The development of learners task (Havighurst, 1953): first, physic maturity, for example, to learn to walk. Second, the strength sociostructural and culture, for example, the minimum age for marriage, minimum age to obtain a driving license (SIM), and third, personal values ​​and aspirations. The most important factor in the development of learners is the development of physical (motor), Emotional development, cognitive development, psychosocial development, and psychomotor development.

Perubahan peserta didik merupakan proses dimana manusia yang sedang  berusaha mengembangkan potensi diri pada lembaga formal maupun non formal. Proses perubahanya terdiri dari perkembangan fisik (motorik), perkembangan Emosi, perkembangan kognitif, perkembangan psikososial, dan perkembangan psikomotor.
Dimana dalam hal ini perkembangan fisik meliputi  perubahan dalam ukuran dan proporsi tubuh, tubuh, penampilan, serta fungsi berbagai sistem tubuh, perkembangan emosi meliputi kemampuan anak untuk mencintai, merasa nyaman, berani, gembira, takut, dan marah; serta bentuk-bentuk emosi lainnya, perkembangan kognitif meliputi kemampuan memperimbangkan kemungkinan masa depan, mencari jawaban, menangani masalah dengan fleksibel, menguji hipotesis dan menarik kesimpulan atas kejadian yang mereka tidak mengalaminya secara langsung. Perkembangan psikososial yang meliput perkembangan sikap, aspek psikososial berkaitan dengan kemampuan anak untuk berinteraksi dengan lingkungannya.dan perkembangan psikomotor meliputi perkembangan yang menyangkut kretivitas, yaitu yang menjadi bagian integral dari proses perkembangan kognitif.

Adapun tugas perkembangan peserta didik (Havighurst,1953) yaitu: pertama, kematangan fiasik, misalnya untuk belajar berjalan. Kedua, kekuatan sosiostruktural dan budaya, misalnya, umur minimum untuk perkawinan, umur minimum untuk memperoleh surat Izin Mengemudi (SIM), dan ketiga, nilai-nilai pribadi dan aspirasi. Faktor  yang paling utama pada perkembangan  peserta didik yaitu  perkembangan fisik (motorik), perkembangan Emosi, perkembangan kognitif, perkembangan psikososial, dan perkembangan psikomotor .


ADVICE
SARAN
Learners are individuals who are developing self-potential that exist within their own self, its development can be viewed from various aspects such as physical development (motor), emotional development, development cognitive, psychosocial development, and psychomotor development.
The overall aspect is integrated with each other that describes the full development of the learner.
 For parents and teachers who are the most important role development, so that learners can develop properly as intended.
 For government agencies that provide the means development of students, should not distinguish the ability of learners in terms of economic, physical, social, and cultural.
For participants should be able to motivate yourself to achieve.


Peserta didik merupakan individu yang sedang mengembangkan potensi diri yang ada didalam diri mereka masing-masing, perkembangannya dapat ditinjau dari berbagai aspek seperti perkembangan fisik (motorik), perkembangan emosi, perkembagan kognitif, perkembangan psikososial, dan perkembangan psikomotor.
Keseluruhan aspek tersebut saling terintegrasi yang menggambarkan perkembangan seutuhnya dari peserta didik.
Bagi orang tua dan guru yang merupakan peranan yang paling penting dalam perkembangan peserta didik, diharapkan mampu melihat kebutuhan peserta didik untuk menunjang perkembangan peserta didik dalam seluruh aspek perkembagan, agar peserta didik dapat berkembang dengan baik sesuai tujuan.
Bagi  lembaga kepemerintahan yang menyediakan sarana perkembangan peserta didik, diharapkan tidak membedakan kemampuan para peserta didik dari segi ekonomi, fisik, ocial, dan budaya.
Bagi peserta didik diharapkan mampu memotivasi diri sendiri untuk mencapai prestasi.

BIBLIOGRAPHY
DAFTAR PUSTAKA

wednesday,21 sep 2011. 5:43

wednesday,21 sep 2011.5:48

wednesday,21 sep 2011.6:09

wednesday,21 sep 2011.7:20

Tidak ada komentar:

Posting Komentar